IPNU-IPPNU GENERASI GILA!!!
stay calm and please baca ampek kelar!! heee heee
Yuuk dibaca biar gak gagal paham......
Gus Muwafiq (mantan Asisten pribadi Gus Dur). dalam satu
kesempatan di daulat mengisi materi di acara ipnu_ippnu.
“Kalian semua
ini telah memilih untuk menjadi orang gila, tak normal dan tak wajar. Wajarnya
pemuda-pemudi hari ini ya tidak begini, tidak ditempat yang seperti ini, tapi
di mall, kafe, jalan-jalan, tempat pacaran, berselfie ria atau berbagai
kemewahan lain yang dunia modern tawarkan. Dan kalian tidak memilih itu. Kalian
memilih menjadi orang yang gila, terasing dan beda dari generasi yang ada,” papar Cak Afiq, usai membuka
dengan salam.
Lebih lanjut Cak Afiq menjelaskan, bahwa Iblis itu sekarang
bingung, karena metodologinya dalam menggoda manusia berupa kejahatan sudah
dipakai oleh manusia itu sendiri. Namun, sesuai kesepakatannya dengan Tuhan, ia
tak berhenti menggoda untuk menyesatkan dan menjerumuskan manusia. “Kalau dulu alat Iblis adalah
kemungkaran, sekarang memakai alat kesalehan,”
katanya.
“Kalian, yang
cowok-cowok, saya yakin tidak mau dengan wanita yang memakai baju terbuka,
apalagi tatoan. Kemudian Iblis menawarkan cewek yang berkerudung, sampai
kemudian pacaran dan dengan tanpa sadar pegang-pegangan dll. Itu sama saja,
hanya bungkusnya yang berbeda. Sesama muslim enggan mengkafirkan, maka kemudian
Iblis memakaikan jubah dan sorban, sampai akhirnya orang itu merasa benar
sendiri, menganggap yang lain salah lalu mengkafirkan. Itu sama saja. Iblis
tidak lagi menggiring kearah maksiat dengan keburukan, namun dengan kebaikan,” imbuhnya, mencoba menasehati
para generasi muda.
“Kalian
memilih menjadi manusia yang penuh dengan derita, yaitu memikul tanggungjawab
keummatan. Kalian memilih menjadi yang tegak diantara tongkat-tongkat yang
bengkok. Kalian memilih melewati jalan yang ditempuh oleh para ulama dan
pelayan ummat. Jika bisa istiqamah, kalian kelak akan menjadi sandaran
tongkat-tongkat yang bengkok itu, karena kalian lurus. Namun ini berat, teramat
berat. Bisa jadi, diantara 50 peserta ini, satu persatu akan jatuh berguguran,
hingga nanti mungkin yang masih istiqamah tinggal lima. Namun saya doakan
semoga semuanya kuat,” imbuhnya,
menyadarkan posisi dan tanggungjawab peserta. Masih dengan nada rendah, beliau
kembali melanjutkan.
“Menjadi
pelayan agama dan ummat itu tidak mudah, harus rela mengorbankan kepentingan,
kesenangan dan waktu diri sendiri dan bahkan keluarga untuk orang lain. Dulu
anak-anak Gus Dur bahkan pangkling dengan bapaknya, karena saking jarangnya
bertemu. Usai ada tamu, ada acara keluar, ada seminar, ada menghadiri
pertemuan, sampai anaknya pernah mengeluh: “Pak,
tolong beri aku selimut, aku dingin lama ditinggal bapak,” dan Gus Dur menjawab, “kita dahulukan dulu kepentingan ummat”. Begitu juga dengan keadaan
hidup para kiai dan ulama, siapa saja datang kepada mereka: mulai dari orang
terbelit hutang, orang minta doa cepat dapat jodoh, ibu meahirkan, orang sunat,
orang menikah, orang meninggal, orang punya masalah, pejabat, calon anggota
dewan, pencuri, gali maling semua diterima oleh kiai bahkan masing-masih diberi
(ayat) Al-Quran (sebagai doa),”
paparnya panjang lebar.
Tak terasa, aku yang memoderatorinya terenyuh, mataku
berkaca-kaca. Kulihat, beberapa peserta sejenak tertunduk. Suasana di siang itu
begitu hening.
“Lihat makam
para wali itu, sudah meninggal ratusan tahun saja, orang-orang masih
berduyun-duyun datang kesana. Kita bisa bayangkan bagaimana dulu hidupnya,
menjadi tempat sandaran banyak orang. Itu baru para wali, bagaimana dengan Baginda
Nabi Muhammad SAW, ketika semua orang dulu bengkok, beliau menjadi satu-satunya
orang yang lurus dan menjadi tempat bersandar banyak orang. Semua orang
mendatanginya, minta petunjuk, pencerahan, pengayoman, lindungan dan solusi
atas pelbagai persoalan.”
Untuk menghadapi tanggungjawab itu semua, katanya, jangan
kebanyakan tidur. Seburuk-buruk orang itu ialah banyak tidurnya. “Nabi Muhammad mendapat Islam
itu mau melek 15 tahun. Syekh Abdul Qodir Al-Jilani mendapat ijasah thariqah
itu melek 25 tahun. Sunan Kalijaga mendapat derajat kewalian itu menjaga
tongkat 3 tahun. Syekh Hasan Syadzili melek 20 tahun. Mbah Hasyim sebelum
mendirikan NU berjalan tiga tahun di Kali Brantas, dari hilir sampai hulu,
setiap malam beliau menghabiskan ‘satu
paket’ shalat hajat, yang disetiap
rakaatnya membaca 41x surat Al-Kahfi dan 41x sûrat at-Taubah,” ungkapnya, membuat para beberapa peserta yang
kantuk tergugah semangat.
Aku sendiri menjadi begitu malu kepada generasi terdahulu.
Dengan fasilitas seadanya, orang dulu begitu hebat dan banyak melahirkan
pemikiran dan karya yang bermanfaat.
Kemudian beliau menjelaskan, bahwa hari ini semua amaliyah
kita orang NU di investigasi. Namun karena metodologinya tidak pas, maka semua
investigasi itu tidak nyambung. “Al-qur’an itu ibarat sumur, ibarat
air sumur bisa dibikin es-teh atau sirup. Mencari es-teh tidak bisa ke sumur
karena itu produk olahan air sumur. Maka mencari Pancasila didalam A-Qur’an jelas sia-sia karena tidak
ada,” ungkapnya memberi logika.
Cak Afiq lalu memetakan, bahwa sebenarnya gerakan-gerakan di
luar NU (pada hakikatnya) tidak begitu mengganggu NU, karena mereka justru
menghancurkan diri sendiri secara nilai dan ideologi mereka, yang tidak sesuai
dengan ajaran baginda Nabi Muhammad SAW. “Seperti
ketika dulu mereka tidak mau tahlilan karena menganggap itu bukan ajaran Islam.
Baru ketika mereka menemukan dalilnya, mereka sedikit naik pangkat namun penuh
gengsi: mau tahlil namun tidak mau tahlilan. Padahal, orang Jawa: apapun yang
sudah dipakai atau dilaksanakan akan diberi akhiran –AN. Tahlil –
tahlilan, yasin – yasinan,
sarung – sarungan, dsb. Jadi, kalau
mau tahlil tapi tidak mau tahlilan, ibarat orang punya celana tapi tidak mau
memakainya,” jelasnya, disambut ggggrrrr……!!!! dari peserta.
Sumber: Gus Zahid Hasani, s.Pd.I, MM. Pd.I.
0 komentar:
Posting Komentar